Kepercayaan Masyarakat Mekkah Sebelum Islam: Politeisme, Animisme, dan Tradisi Kuno

Sebelum Islam datang, masyarakat Mekkah memiliki kepercayaan yang sangat beragam. Mayoritas penduduknya menganut politeisme dengan menyembah banyak dewa dan berhala yang mereka yakini memiliki kekuatan supranatural.

arab jahiliyah sebelum islam

Selain itu, ada juga kepercayaan animisme dan praktik perdukunan yang berkembang luas di kalangan masyarakat Arab saat itu. Artikel ini akan mengulas lebih dalam mengenai kondisi kepercayaan masyarakat Mekkah sebelum Islam, berdasarkan sumber-sumber sejarah yang terpercaya.

Politeisme: Penyembahan Banyak Dewa dan Berhala

Salah satu ciri utama kepercayaan masyarakat Mekkah sebelum Islam adalah politeisme atau penyembahan banyak dewa. Setiap suku memiliki dewa atau berhala yang dianggap sebagai pelindung mereka. Di sekitar Ka’bah sendiri terdapat lebih dari 300 berhala yang disembah oleh berbagai suku Arab.

Menurut Philip K. Hitti dalam bukunya History of The Arabs (1937):

"Arabia sebelum Islam dipenuhi dengan kepercayaan animisme dan politeisme. Berhala-berhala seperti Hubal, Latta, Uzza, dan Manat merupakan bagian penting dalam kehidupan religius mereka."

Berhala-berhala ini diyakini memiliki kekuatan untuk memberikan perlindungan, keberuntungan, dan rezeki bagi para penyembahnya. Suku Quraisy, sebagai penjaga Ka’bah, mendapatkan keuntungan ekonomi dari ziarah tahunan yang dilakukan oleh para penyembah berhala dari berbagai wilayah.

Animisme dan Kepercayaan pada Jin

Selain politeisme, masyarakat Arab juga memiliki kepercayaan animisme, yaitu keyakinan bahwa benda-benda tertentu, seperti batu, pohon, dan mata air, memiliki kekuatan gaib. Mereka juga mempercayai keberadaan jin, makhluk halus yang dianggap dapat mempengaruhi kehidupan manusia baik dalam hal baik maupun buruk.

Karen Armstrong dalam bukunya Muhammad: A Prophet for Our Time (2006) menyatakan:

"The pre-Islamic Arabs worshiped a variety of gods and spirits, and each tribe had its own deities. The Ka’bah housed numerous idols, and the Quraysh, as guardians of the sanctuary, benefited from the pilgrimage economy associated with these deities."

"Orang-orang Arab sebelum Islam menyembah berbagai dewa dan roh, dan setiap suku memiliki dewa mereka sendiri. Ka’bah menampung banyak berhala, dan suku Quraisy, sebagai penjaga tempat suci tersebut, mendapatkan keuntungan dari ekonomi ziarah yang terkait dengan para dewa ini."

Praktik perdukunan juga berkembang pesat. Dukun atau kahin dianggap memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan jin dan memberikan ramalan mengenai masa depan.

Tradisi Hanif: Sisa-sisa Monoteisme Ibrahim

Meskipun mayoritas masyarakat Mekkah menganut politeisme dan animisme, ada sebagian kecil yang masih mempertahankan ajaran monoteisme yang berasal dari Nabi Ibrahim. Mereka dikenal sebagai kaum Hanif, yang menolak penyembahan berhala dan hanya menyembah Allah. Namun, kelompok ini sangat minoritas dan tidak memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sosial masyarakat Mekkah saat itu.

Kepercayaan masyarakat Mekkah sebelum Islam didominasi oleh politeisme, animisme, dan takhayul. Penyembahan berhala menjadi praktik utama, sementara kepercayaan terhadap jin dan praktik perdukunan juga berkembang luas.

Namun, di tengah dominasi kepercayaan ini, terdapat segelintir orang yang masih mempertahankan monoteisme Ibrahim, meskipun jumlah mereka sangat kecil. Kedatangan Islam membawa perubahan besar dengan menghapus penyembahan berhala dan mengembalikan masyarakat kepada konsep tauhid, yaitu keyakinan kepada satu Tuhan, Allah.

Dengan memahami kondisi kepercayaan masyarakat Mekkah sebelum Islam, kita dapat melihat betapa revolusionernya ajaran Islam dalam mengubah tatanan sosial dan spiritual masyarakat Arab saat itu. Semoga artikel ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas mengenai sejarah kepercayaan di Mekkah sebelum Islam.